Permasalahannya, ternyata frekuensi gelombang elektromagnetik yang dipakai oleh handphone tersebut sama dengan frekuensi peralatan komunikasi yang digunakan oleh pilot di kokpit pesawatdengan ATC (air Traffic Control) atau menara pengatur lalu lintas udara di darat, yang biasanya menggunakan frekuensi antara 118-137 Megahertz. Tentu saja, kedua frekuensi ini akan saling “bertabrakan”, sehingga bisa mengakibatkan gangguan terutama pada sistem komunikasi di pesawat. Nah, bila itu terjadi, sang pesawat bisa diasumsikan sebagai si buta tanpa pemandu. Apalagi bila pesawat tersebut menggunakan sistem autopilot yang hanya dipandu sistem komputerisasi tanpa campur tangan pilot. Selain handphone, peralatan lain yang tidak boleh digunakan dalam pesawat adalah komputer, CD Player, televisi dan game boy. Pesawat radio juga sangat diharamkan karena ia menggunakan frekuensi antara 100 hingga 2.000 Megahertz.
Beberapa gangguan yang disebabkan oleh peralatan elektronik pesawattersebut, seperti dilaporkan oleh ASRS ( Aviation Safety Reporting Sistem) di antaranya adalah gangguan navigasi, gangguan VOR, gangguan sistem kemudi otomatis, dan lain-lain (selengkapnya lihat tabel). Bagi penumpang, terutama yang berkelas bisnis atau eksekutif, pelarangan ini tentu sangat tidak mengenakkan. Bagi mereka, komunikasi sangat penting, terutama yang komunikasi yang berkaitan dengan bisnis atau masalah politik, pekerjaan dan lain-lain. Namun jangan khawatir, untuk pesawat-pesawat keluaran dan tipe terbaru, biasanya sudah dilengkapi dengan sistem komunikasi yang canggih. Terutama untuk komputer plus internet, TV, radio dan handphone.
Peralatan elektronik tersebut sudah dilengkapi dengan beberapa antena khusus yang bisa melokalisasi frekuensi yang digunakan sehingga tidak bertabrakan dan mengganggu frekuensi yang digunakan oleh pilot dan ATC. Namun, tetap semua alat-alat yang bisa digunakan itu yang terpasang di pesawat. Alat-alat elektronik milik pribadi tidak boleh, karena frekuensinya belum diatur sedemikian rupa hingga tidak crash dengan frekuensi pesawat.
Untuk beberapa kasus di luar negeri dimana pesawat yang di gunakan sudah memakai pelindung berteknologi tinggi, hal di atas dapat di minimalkan. Bagi sahabat yang sering mengikuti episode MYTHBUSTER dalam suatu episode mereka mencoba mencari kebenaran dari gangguan handphone terhadap penerbangan. Hasil akhirnya seperti ini:
“The final explanation is that, even though the airplanes appear to be well-shielded against cellphone interference, there are so many different electronics in a cockpit, as well as so many different cellphones constantly coming out, the FAA doesn’t want to do the necessary testing.”
Hanya saja, penggunaan alat-alat elektronik di pesawat-pesawat tersebut tetap tidak boleh sembarangan. Terutama pada saat-saat kritis, (90% Kecelakaan Pesawat Udara terjadi pada saat ini) yaitu saat pesawat akan lepas landas dan pada saat akan mendarat, biasanya peralatan elektronik tersebut diminta untuk dimatikan. Apalagi di Indonesia, tidak semua airline di Indonesia mempunyai pesawat yang menggunakan sistem canggih tersebut, maka penumpang mau tidak mau harus mengikuti intruksi pramugari dalam soal boleh dan tidak boleh menggunakan alat elektronik di dalam pesawat.
Peralatan elektronik tersebut sudah dilengkapi dengan beberapa antena khusus yang bisa melokalisasi frekuensi yang digunakan sehingga tidak bertabrakan dan mengganggu frekuensi yang digunakan oleh pilot dan ATC. Namun, tetap semua alat-alat yang bisa digunakan itu yang terpasang di pesawat. Alat-alat elektronik milik pribadi tidak boleh, karena frekuensinya belum diatur sedemikian rupa hingga tidak crash dengan frekuensi pesawat.
Untuk beberapa kasus di luar negeri dimana pesawat yang di gunakan sudah memakai pelindung berteknologi tinggi, hal di atas dapat di minimalkan. Bagi sahabat yang sering mengikuti episode MYTHBUSTER dalam suatu episode mereka mencoba mencari kebenaran dari gangguan handphone terhadap penerbangan. Hasil akhirnya seperti ini:
“The final explanation is that, even though the airplanes appear to be well-shielded against cellphone interference, there are so many different electronics in a cockpit, as well as so many different cellphones constantly coming out, the FAA doesn’t want to do the necessary testing.”
Hanya saja, penggunaan alat-alat elektronik di pesawat-pesawat tersebut tetap tidak boleh sembarangan. Terutama pada saat-saat kritis, (90% Kecelakaan Pesawat Udara terjadi pada saat ini) yaitu saat pesawat akan lepas landas dan pada saat akan mendarat, biasanya peralatan elektronik tersebut diminta untuk dimatikan. Apalagi di Indonesia, tidak semua airline di Indonesia mempunyai pesawat yang menggunakan sistem canggih tersebut, maka penumpang mau tidak mau harus mengikuti intruksi pramugari dalam soal boleh dan tidak boleh menggunakan alat elektronik di dalam pesawat.